Loading...

Tugu Sejarah Ompu Raja Sipakko Napitupulu

Tugu Sejarah Ompu Raja Sipakko Napitupulu Tugu Legenda sian Sipallat dari Ompu Raja Sipakko Napitupulu Tugu Sipakko Bukti Sejarah ...

  • Tugu Sejarah Ompu Raja Sipakko Napitupulu Tugu Legenda sian Sipallat dari Ompu Raja Sipakko Napitupulu Tugu Sipakko Bukti Sejarah Nenek Moyang Keturunan Ompu Raja Sipakko Di huta (kampung) Parparean, tepat di pinggir jalan Raya Sisingamangaraja, Kecamatan Porsea, Kabupaten Tobasa, menjulang sebuah tugu dengan tinggi 15 meter dari permukaan tanah. Tugu yang diresmikan pada bulan Mei tahun 1973 ini, adalah makam Ompu Raja Sipakko Napitupulu anak Sokkal Barita (Sibegu Laos), anak dari Salim Babiat, anak dari Raja Napitupulu, anak Sollak Malela. Di puncak bangunan tugu terdapat tombak runcing, menggambarkan Raja Sipakko seorang pemburu handal di
    zamannya. Di bawah tombak sisi kanan dan kiri, terdapat dua buah pohon beringin, artinya simbol dua adik Raja Sipakko, bernama Raja Sieang dan Mulia Raja Napitupulu. Sebuah tiang besar berwarna coklat tua menjadi alas tombak memiliki makna, raja ini orang yang memiliki prinsip dan keyakinan yang kuat terhadap Ompu Mula Jadi Nabolon. Di bawah tiang besar itu, melingkar tujuh galapang (undakan) berarti di tugu itu dimakamkan pula ketujuh anak Raja Sipakko. Singkat cerita ketujuh anak Raja Sipakko, anak pertamanya bernama Raja Marpaho ditinggalkannya bersama Ompungnya si Begu Laos di Magodang Sigurgur. Kemudian Raja Sipakko mengembara ke Sipallat, Porsea. Di sinilah anaknya yang ke dua dilahirkan namanya Gindaraja. Raja Sipakko pun melanjutkan pengembaraannya ke daerah pinggir Danau Toba. Disinilah, dia dikaruniai anaknya yang ketiga, Raja Pun Tumondol. Kemudian dia pun melanjutkan pengembaraannya ke Sigumpar, tempat anak keempatnya dilahirkan, namanya Partahi Sumurung. Pria yang lahir di Lumban Sialaman kampung Siburian ini masih terus melanjutkan perantauannya ke arah Jonggi Ni Huta Kecamatan Silaen, sekarang. Di daerah inilah, Panalibung dan Pun Jumorong, anaknya yang kelima dan keenam dilahirkan. Dan Raja ini pun kembali ke Sigumpar, anaknya yang bungsu pun dilahirkan, diberinya nama Songalla. Selain ketujuh anak, Raja Sipakko juga memiliki dua boru. Disimbolkan pada tugu itu, gambaran dua periuk disamping ketujuh galapang. Kedua boru Sipakko masing-masing, Boru Siburian Lumban Barat dan Boru Nai Munthe Raja Guk Guk. Dibawah tujuh galapang dan dua periuk, terdapat lima rumah adat Batak tampak depan, artinya lima istri Raja Sipakko yang menopang ke tujuh anak dan dua borunya. Namanya masing-masing, Boru Siburian (Lumban Sialaman), Boru Sirait (Namorajogi) Sian Lumban Sirait, Boru Sirait (Parik Parhondor parik Sigaol Janjimatogu), Boru Hutagaol (Pargaolan Sigumpar), dan Boru Sianipar (Lumban Balik Parsoburan). Sisi unik Raja Sipakko dengan istri lima. Dia mampu membangun kerukunan antar anak satu sama lain. Anak-anak Raja ini, tidak lah membedakan mana yang menjadi ibu kandungnya mana yang bukan ibu kandungnya. Karena anak kandung dari istrinya yang mana pun, jika ke rumah istrinya yang lain, tetap disambut sama seperti menyambut anak kandungnya sendiri. Di masa hidupnya, sifat penolong Raja Sipakko sangat terkenal. Raja yang bijaksana ini, tidak senang melihat perbudakan dan penindasan dari kaum yang kuat. Karena itu, ia sering melepaskan perbudakan, tercatat hingga kini, sebuah umpama “Si raja indal-indal, Siraja indas pati. Molo Mangolus Raja sipakko, malua natarhurung harhar namartali” singkat artinya, jika raja sipakko datang, maka terlepas yang terkurung dan terikat.. Raja Sipakko juga disegani karena kesaktiannya. Dia pernah menggunakan kesaktiannya itu, dalam sebuah persaingan dengan marga Marpaung Juangga Nabolon (Simorong-morong) dan marga Siagian dari Huta Gurgur untuk memperebutkan hati Boru Sirait Parhondor dari Parik Sigaol. Dengan kemampuan yang dimilikinya, dibuatnyalah Boru Sirait itu sakit. Kedua saingannya itu tidak mampu menyembuhkannya. Sipakko pun muncul sebagai pemenang dan mempersunting boru Sirait dari Janji Matogu itu. Selain itu, cerita legenda kesaktian Raja Sipakko masih sering didengar di Sipallat, Porsea. Kisahnya, adalah sebuah sumur dekat sebuah pohon beringin tua. Sumur itu dijaga ular besar sepanjang 15 meter milik Raja Sipakko. Konon jika akan terjadi sebuah bencana, ular itu memperlihatkan dirinya kepada masyarakat sekitar. Nama Sipakko yang disandangnya itu merupakan perwujudan harapan dari bapaknya, Raja Songkall Barita (Begu Laos) yang juga amat sakti. Harapannya, agar anaknya itu menjadi pemimpin yang tangguh, kuat, banyak keturunan, bijaksana dan memiliki banyak harta. Ketika Sipakko masih tujuh bulan dalam kandungan, Si Begu Laos meminta petunjuk Sang Khalik untuk nama bakal anaknya itu. Dari wangsit yang di terimanya, diberilah nama anaknya itu, Sipakko, artinya aras pohon enau yang sudah tua. Kayu enau, karena kayu itu dulu menjadi patok sawah. Selain itu, kayu itu tidak rentan dimakan zaman dan kuat. Kayu itu juga sebagai tonggak rumah adat Batak, yang menahan kerukunan rumah tangga dan kekerabatan sesama keturunan. Nama itu pun sesuai gambaran kisah nyata Raja Sipakko yang memiliki kekayaan (memiliki lahan pertanian, pasar dan hidup sebagai nelayan pula), kesaktian, keturunan besar, kerabatan dalam pergaulan, kerukunan, dan penolong antar sesama. Di tugu itu, tercatat Raja Sipakko I (pertama), bahwa pernah ada dari keturunan Raja Pun Tumondol dinobatkan oleh ke tujuh keturunan Sipakko sebagai Raja Sipakko ke II yang disandang oleh Bachtiar Napitupulu. Dia dimakamkan disamping tugu Raja Sipakko Pertama. Sedikit kisah Bachtiar Napitupulu (Raja Sipakko II) adalah seorang tokoh masyarakat, budaya dan Raja adat. Sipakko II inilah yang pernah memberi ulos kepada Presiden RI II, Soeharto saat berkunjung ke Sumatera Utara. Sekarang ini, keturunan Ompu Raja Sipakko Napitupulu sudah mencapai 18 sundut (generasi ke 18) dengan populasi kurang lebih 10.000 Kartu Keluarga tersebar di seluruh Indonesia, juga ke manca negara. Bahkan tercatat dari keturunan Raja Marpaho, lewat misi zending Belanda pergi ke Pulau Mentawai. Inilah sebabnya, di pulau timur Indonesia itu kini, terdapat perkampungan Napitupulu. Sumber : Pengurus Pomparan Ompu Raja Sipakko Napitupulu http://batakpos-online.com/content/view/4120/ Historical Monument of King Sipakko Ompu Napitupulu Sian monument Sipallat Legend of King Sipakko Ompu Napitupulu Evidence of History monument Sipakko Ompu Ancestors Descendants of King Sipakko In huta (village) Parparean, right on the edge of the roadway Sisingamangaraja, Porsea District, District Tobasa, a towering monument with a height of 15 meters from the ground. The monument was inaugurated in May 1973, is the tomb of King Sipakko Napitupulu Ompu Sokkal Barita children (Sibegu Laos), son of Babiat Salim, son of King Napitupulu, Malela Sollak child. At the top of the building there is a spear pointed monument, depicting King Sipakko a powerful hunter in his day. Under the spear right and left side, there are two banyan tree, the symbol means that the two brothers of King Sipakko, named the King and His Majesty the King Napitupulu Sieang. A large pole into the base dark brown spear has a meaning, this king who has strong principles and convictions against Ompu Mula So Nabolon. Under the big pole, circular seven galapang (steps) means on the monument was also buried the seventh son of King Sipakko. Long story short the seventh son of King Sipakko, their first child together named King Marpaho Ompungnya the left Laos in Magodang Sigurgur Begu. Then King Sipakko wander into Sipallat, Porsea. This is where the second son was born his name Gindaraja. Sipakko king continued his wandering to the edge of Lake Toba.And here, he was blessed with a third son, King Pun Tumondol.Then he went on his wanderings to Sigumpar, where her fourth child was born, his name Partahi Sumurung. The man who was born in the village Sialaman Siburian Lumban is still continuing in the direction of travel Jonggi Silaen Ni Huta district, now. In this area, and Pun Panalibung Jumorong, the fifth and sixth child was born. And the King was returned to Sigumpar, his youngest son was born, gave the name Songalla. Besides the seven children, the King also has two boru Sipakko.Symbolized on the monument, the picture of the two pots beside galapang seventh. Both boru Sipakko respectively, West and Lumban Siburian Boru Boru King of Guk Guk Nai Munthe. Under the seven galapang and two pots, there are five traditional Batak house looks forward, meaning the five wives of King Sipakko that sustains the seventh child and two borunya. His name respectively, Boru Siburian (Lumban Sialaman), Boru Sirait (Namorajogi) Sian Lumban Sirait, Boru Sirait (skelter skelter Parhondor Sigaol Janjimatogu), Boru Hutagaol (Pargaolan Sigumpar), and Boru Sianipar (Lumban Back Parsoburan). King Sipakko unique side with five wives. He was able to establish harmony among the children of each other. King children, not tell which was the mother which is not his biological mother. Because the biological child of his wife which was, if his other home, it was greeted as welcome as his own child. In his lifetime, King Sipakko helper properties are well known.This wise king, not glad to see slavery and oppression of the powerful. Therefore, he often let go of slavery, recorded up to now, an instance "The king Indal-Indal, Siraja indas starch. Molo Mangolus King sipakko, malua natarhurung harhar namartali brief "that is, if the king sipakko come, then shut up and tied off .. Raja Sipakko well respected because of his power. He never used his power, in a competition with surname Marpaung Juangga Nabolon (Simorong-Morong) and clan Siagian from Huta Gurgur competing for the hearts of Boru Sirait Parhondor Sigaol piggledy. With its capabilities, it made the pain Sirait Boru. Both competitors were not able to cure it. Sipakko also emerged as a winner and gain boru Sirait of Promise Matogu it. In addition, the legend of King Sipakko supernatural powers are still frequently heard in Sipallat, Porsea. The story, is a well near an old banyan tree. The well was maintained throughout the 15-meter snake of the King's Sipakko. It is said that if there will be a disaster, the snake showed itself to surrounding communities.Sipakko it bears the name of it is the embodiment of hope from his father, King Songkall Barita (Begu Laos) are also very powerful. The hope, that her son was a strong leader, strong, many offspring, wise and has lots of treasures. When Sipakko still seven months in the womb, Si Begu Laos asked the Creator to guide his son's name would be. Are in receipt of DI, diberilah son's name, Sipakko, mean level of old palm trees. Palm wood, because wood was used to peg the fields. In addition, the wood is not the time eaten vulnerable and strong. Wood was also a milestone in Batak traditional houses, which hold domestic harmony and kinship among offspring. The name was also appropriate picture of the true story of King Sipakko who have wealth (has farms, markets and life as a fisherman as well), supernatural powers, the great descendant, kerabatan in the association, harmony, and among fellow rescuers. On the monument it is, carrying the King Sipakko I (first), that never any of the descendants of King Pun Tumondol crowned by the seventh descendant of King Sipakko Sipakko as the II is carried by Bachtiar Napitupulu. She was buried beside the monument of King Sipakko First. Bachtiar Napitupulu little story (King Sipakko II) is a public figure, culture and customs King. Sipakko II is ever given to the President of RI ulos II, Suharto during a visit to North Sumatra.Today, the descendants of King Sipakko Ompu Napitupulu has reached 18 sundut (generation 18) with a population of approximately 10,000 family cards scattered throughout Indonesia, as well as to foreign countries. Even the carrying amount of the descendants of King Marpaho, through missions to the Dutch missionaries going to the Mentawai Islands. This is why, in Indonesia's eastern island now, there is a settlement Napitupulu. Sources: Board Pomparan Ompu King Sipakko Napitupulu http://batakpos-online.com/content/view/4120/
  • Raja Sonak Malela, untuk dikenang dan dipanuti Maret 29, 2008 Raja Sonak Malela, mempunyai nilai “Raja” dalam dirinya sebagai pemikir. Monumen Raja Sonak Malela yang berlokasi di ibu kota Kabupaten Toba Samosir BALIGE – Sumatera Utara. Nilai atau pemikiran yang ditinggalkan, bagi kita turunan Raja Sonak Malela masih dikenang dan dipanuti. Pesan apaka gerangan yang ditinggalkan Raja Sonak Malela bagi marga Simangunsong, Marpaung, Napitupulu dan Pardede, Raja Sonak Malela akan selalu dikenang bukan saja sebagai leluhurnya yang menurunkan ke empat anak (marga), melainkan juga pesannya yang cukup terkenal demikian: I. S I S A D A R O H A S I S A D A L U L U A N A K S I S A D A L U L U B O R U S I S A D A L U L U T A N O S I S A D A P A N G K I L A L A A N II. A N A K N A S O J A D I M A S I B O L A – B O L A A N B O R U N A S O J A D I M A S I T I N D I A N I N G K O N S A D A S O N G O N D A I O N A E K N D A N G M A R D U A S O N G O N D A I O N T U A K Artinya: “ Bersatulah anak-anak Lelakimu Bersatulah anak-anak Perempuanmu Bersatulah mewarisi Tanah Leluhurmu Bersatulah dalam Tekad dan Cita-citamu Anak-anak lelakimu tidak bolah saling Mendengki Anak-anak Perempuanmu tidak bolah saling Memadu Harus bersatu Seperti Rasanya Kesejukan Air Minum Tidak Mendua Seperti Rasanya Air Nira. Ungkapan Raja Sonak Malela ini yang dipesankannya sekira 500 tahun silam kepada keturunannya secara nilai berada di puncak bagi masyarakat yang peka dengan perpecahan atau bagi bangsa yang pluralistic seperti Indonesia. Dikaji secara mendalam arti “Sisada Lulu” adalah persatuan dan kesatuan dan tidak hanya terbatas pada anak-anak Raja Sonak Malela tetapi juga mengandung nilai dalam lingkup yang luas, orang Batak seluruhnya bahkan bangsa Indonesia. Bila kita simak Sumpah Pemuda Tahun 1928: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia, bukanlah sangat mirip dengan pesan Raja Sonak Malela…? “ Sisada Lulu Anak, Sisada Lulu Boru,” artinya, “Satu Putra, Satu Putri,” atau juga “Satu Bangsa”. “ Sisada Lulu Tano,” artinya ”Satu Tanah Air atau Satu Nusa,” “ Sisada Pangkilalaan,” artinya “Satu Tekad, Satu Cita-cita.” “Anak naso Masibola-bolaan,” artinya “Turunan lelaki hendaknya tidak saling memecah-belah.” Dan Boru Nasojadi Masitindian,” artinya “Anak Perempuan jangan Mau Sama-sama dimadu” Setelah berlalu 500 tahun, mungkin saja pesan ini dilupakan.Mungkin juga hanya sekedar kenangan, sementara saat ini makin diperlukan peranan turunan Raja Sonak Malela berjumlah ratusan ribu atau bahkan sudah jutaan banyaknya ikut ambil bagian dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.Dunia yang dilanda globalisasi, informasi, persaingan dan konsumeristis menjadikan manusia individualistis, egoistis dan hal lainnya yang jauh dari kebersamaan. Semangat persatuan yang dipesankan oleh Raja Sonak Malela sudah saatnya diangkat kembali dalam suasana bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan rasa bangga kita ikut serta mewujdkan Wawasan nusantara yang cara pandang Bangsa Indonesia yang mengandalkan persatuan dan kesatuan karena didalamnya terdapat pesan Raja Sonak Malela. Hai..!, Generasi muda Sonak Malela yang berada diperantauan di seluruh Nusantara, anda-anda harus menjadi penerus yang berkualitas, yang mampu bersaing dan maju, namun tetap menjaga persatuan.Ingat pesan, Tona Raja Sonak Malela, Bersatulah, saling tolong menolong jauhkan perpecahan, jauhkan hosom, teal, elat dan late.Jadila “Raja” seperti Raja Sonak Malela memperdulikan turunan, meninggalkan tona / pesan. Bersama Toba dot Com - Raja Sonak Malela siampudan ni Raja Sibagot ni Pohan. Raja Sonak Malela mengalap boru ni Rajai boru Pasaribu.Kemudian Raja Sonak Malela mempunyai Anak tiga dan memiliki empat Marga, yakni Marga Simangunsong, Marga Marpaung, Marga Napitupulu dan Marga Pardede Anak pertama Raja Simangunsong, anak kedua Raja Marpaung dan Anak ketiga Raja Napitupulu. Penulis Ir.Ivan Napitupulu dari Napitupulu Ulu balang Raja menguraikan sil-silanya hingga ke Raja Mulia Raja. Raja Napitupulu mempunyai anak dua orang yakni, Anak Pertama Salim Babiat [Sangkar ni Huta] dan anak kedua Ulu Balang Raja [parjanggut Huting]. Ulu Balang Raja mempunyai anak dua orang yakni Raja Siongkal Barita [Begusolaos] dan anak Kedua Raja Bona ni Onan atau Pardede, yang sudah dibuat menjadi marga, tutu do papene Pardede do boi na Napitupulu jala Napitupulu dang boi gabe Pardede Kemudian Raja Siongkal Barita mempunyai anak tiga orang yaitu, Raja Sipakko yang berlokasi di Parparean Porsea, anak kedua Raja sieang yang berlokasi di Parsambilan Kecamatan Silaen dan anak ketiga adalah Raja Mulia Raja yang berlokasi di Balige ibu kotanya Kabupaten Toba Samosir. Penulis Blogger Batak parBalige Ir.Ivan Napitupulu adalah Napitupulu Muliaraja. Mengharapkan kepada turunan Raja Mulia Raja di seluruh Dunia agar memperhatikan Makam ni ompu i di Balige karena sudah tidak terawat lagi.

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Sudah Pukul berapakah ini?

Popular Posts

Random Posts

Flickr Photo